Pertemuan yang Tak Ada di Silabus

 

Pertemuan yang Tak Ada di Silabus


Langit belum terlalu terang, waktu menunjukkan pukul 06.45. Dari gedung perpustakaan lantai tiga, tampak terlihat melalui jendala matahari mulai menampakkan sinarnya. Udara terasa sejuk di pagi hari. Pak Ahmad bersiap diri untuk mengajar pertama kali di tahun pelajaran ini. Ada rasa gugup yang tak biasa di hatinya. Meski ini bukan pertama kalinya mengajar, tapi entah kenapa, hari itu rasanya seperti hari pertama jadi guru. Bel pertama telah berbunyi tanda siswi dan guru harus masuk kelas sebelum doa dan tadarus bersama dimulai. Pak Ahmad bergegas untuk meninggalkan ruang perpustakaan menuju ruang kelas.

“Mbak Amah saya ngajar dulu nggih …” pamit beliau kepada mbak Amah, salah satu pustakawan di perpustakaan tersebut.

Nggih pak Ahmad” jawab mbak Amah.

Ngajar enjing nopo?” sambung mbak Amah.

Nggih mbak, alhamdulillah hari ini full ngajarnya” jawab pak Ahmad.

“Mas Tama dan mbak Wulan saya ngajar dulu nggih” pamitnya kepada mas Tama dan mbak Wulan. Keduanya merupakan pustakawan juga.

“Nggih pak Ahmad” jawab mereka berdua.

Ya … itu merupakan kebiasaan di perpustakaan bila salah satu pengelola hendak meninggalkan ruang agak lama selalu memberitahu atau pamit kepada yang lainnya. Selain sebagai guru, pak Ahmad diamanati untuk mengelola perpustakaan sebagai kepala perpustakaan. Dibantu dengan tiga pustakawan.

“Assalamu’alaikum” ucap pak Ahmad ketika meninggalkan ruang perpustakaan.

“Wa’alaikumussalam” jawab mereka.

Dari lantai tiga gedung selatan menuju lantai dua gedung utara adalah perjalanan yang ditempuh pak Ahmad untuk mengajar di kelas pagi ini. Belum ada jalan penghubung antara kedua gedung tersebut. Dengan langkah yang tenang pak Ahmad menuruni tangga menuju lantai satu. Sesekali bertegur sapa dan salam bila bertemu dengan siswi, guru, maupun karyawan. Berjabat tangan bila bertemu  guru dan karyawan putra. Memang demikian adab seorang muslim bila bertemu dengan saudaranya mengucapkan salam, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang artinya : “Barang siapa yang memulai salam (ketika bertemu dengan orang), maka ia lebih utama menurut Allah dan Rasul-Nya.”

Setelah melewati tangga, sampailah di lantai dasar dan berjalan menuju gedung utara serta menaiki tangga lagi menuju lantai dua. Menelusuri lorong di depan beberapa kelas, barulah sampai di depan kelas 4. Maksudnya bukan kelas 4 SD. Sekolah ini merupakan pendidikan enam tahun, meliputi jenjang tsanawiyah dan aliyah. Penyebutan kelas menggunakan nomor 1 sampai nomor 6, di kurikulum sekarang setara kelas VII sampai  kelas XII. Tatkala sudah berada tepat di depan kelas. Terdengar suara-suara kecil dari dalam, bercampur canda tawa yang ditahan. Saat pintu kelas terdorong pelan semua suara itu langsung mengecil.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” ucap pak Ahmad ketika masuk ruang kelas dan menuju meja guru.

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh” jawab serentak siswi-siswi di kelas tersebut.

“Mari kita akan do’a bersama dengan sikap sempurna” lanjut pak Ahmad ketika bel kedua kedua berbunyi tanda do’a bersama akan dimulai.

Sekitar lima belas menit berdoa dan tadarus bersama selesai. Selain didampingi guru yang mengajar jam pertama, setiap kelas juga ada pendamping dari IPM, semacam OSIS kalau di sekolah pada umumnya. Tidak lupa anggota IPM tersebut selalu mengingatkan para siswi untuk selalu membawa mushaf Qur’an dan mukena setiap hari setelah kegiatan doa dan tadarus. Pembiasaan tadarus pagi dan shalat berjamaah, dhuhur dan asar sudah menjadi habit di sekolah ini.

Mengawali pembelajaran kali ini, pak Ahmad membuka dengan membaca salam, tahmid, dan juga sholawat. Dilanjutkan memeriksa kehadiran siswi satu per satu dengan membaca nama siswi.

“Selamat pagi anak-anak semua?’ tanya pak Ahmad sambil memperhatikan seisi ruangan kelas.

“Pagi … abi ….” Jawab sebagian besar siswi.

“Gimana kabarnya hari ini?” tanya pak Ahmad Kembali

“Alhamdulillah baik” jawab mereka

“Alhamdulillah kalua begitu” timpal pak Ahmad.

“Lho memang kalian sudah tahu, siapa saya” tanya pak Ahmad agak sedikit heran sambil memperhatikan mereka satu persatu. Apalagi dengan panggilan abi. Perlu diketahui bahwasannya pak Ahmad hanya mengajar di tingkat Aliyah tidak di tingkat tsanawiyah. Wajar bila masih penasaran bila sebagian besar mereka sudah tahu. Terlihat di bagian tengah ada siswi berbisik kepada teman dekatnya, mungkin bertanya siapa guru ini?

“Tahu abi … abi kan pernah juga jadi pamong asrama” jawab salah satu dari mereka.

“Iya apa?” tanya pak Ahmad dengan sedikit bercanda keliatan tidak percaya. Hanya untuk menguji saja benar tidak diantara mereka tahu kalau beliau pernah jadi pamong asrama.

“Betul bi, wonk saya pernah jadi anak asrama abi waktu kelas tiga akhir” jawab salah satu dari mereka, diketahui bernama Zaahiyah dengan nada yang meyakinkan.

“Malah pernah ditanyai abi ketika hendak keluar asrama mau jajan” lanjut Zaahiyah.

“Oo iya … ya, maaf kalau abi lupa” tukas pak Ahmad dengan nada bercanda. Memang angkatan siswi ini ada yang pernah di asrama Aminah tatkala di masa peralihan dari pandemi dan normal, sebelum menempati asrama mereka sebenarnya. Sekolah ini adalah sekolah berasrama dan siswanya putri semua. Sebagian besar berasal dari seluruh daerah di Indonesia, walaupun yang mendominasi adalah Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur.

“Alhamdulillah senang bertemu kalian dan insya Allah bisa mendampingi sampai kelas 6. Aamiin. Itupun kalau berkenan lho” kata pak Ahmad dengan nada bercanda

“Aamiin ...” sahut mereka.

“Pertemuan pertama ini abi gunakan untuk perkenalan dengan kalian semua” lanjut pak Ahmad.

“Asyiiik ga pelajaran” jawab mereka dengan rasa suka cita.

Menggunakan powerpoint, pak Ahmad memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang nama, asal daerah, pendidikan, dan sekilas tentang keluarga. Dengan gaya sedikit agak lucu dalam penyampaiannya, sehingga ga membosankan. Sesekali diselingin dengan pertanyaan dari siswi.

“Abi tanya!” potong salah satu siswi yang duduk di sisi kanan tengah, saat pak Ahmad masih menjelaskan tentang pendidikan.

“Ya silakan” jawab pak Ahmad

“Abi kan dari teknik, kok bisa jadi guru?” tanyanya sedikit agak heran.

“Untuk menjawab pertanyaan ini, abi ga langsung jawab ya” jawab pak Ahmad.

Pak Ahmad mempersilakan untuk membaca cerita “Aku Tertambat pada Profesi ini” yang ada di buku antologi “Takdir”. Buku ini tersedia di perpustakaan. Tak terasa waktu hampir selesai untuk pertemuan pertama ini. Lebih seru lagi ketika beberapa siswi bertanya tentang keluarga pak Ahmad. Ada yang sedikit tidak percaya bila putra-putrinya berjumlah sembilan. Tidak hanya memperkenalkan diri, pak Ahmad juga menanya nama dan alamat/asal mereka dan berusaha untuk menghafalkan nama-nama siswi secepatnya. Siswi merasa lebih senang kalau dipanggil namanya.

Dengan perkenalan ini diharapkan untuk bisa saling memahami, menghormati, bekerja bersama dalam banyak hal bagi kemaslahatan bersama, mencari ridlo Ilahi serta meraih kesuksesan pendidikan bagi siswi semua. Itu semua agar termasuk hamba yang bertakwa, seperti tertulis di Al Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, yang artinya; Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.

Dengan mengucapkan hamdalah dan salam pak Ahmad mengakhiri pertemuan awal ini. Kesan pertama yang mereka tinggalkan di benak beliau baik dan menyenangkan sekali. Semoga suasana seperti ini menular pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Ada satu pertanyaa yang dilontarkan pak Ahmad sebelum berakhir pertemuan itu

“Siapakah yang suka fisika?” tanya pak Ahmad

“Angkat tangan!’ lanjutnya

“Saya … saya … saya!” jawab sebagian mereka sambil angkat tangan. Pak Ahmad menghitugnya, alhamdulillah ada 6 – 7 siswi yang suka. Itu sudah cukup.

Ketika membuka pintu mau keluar, ada panggilan di antara mereka sambal berlari mendekati dan berkata :

“Abi … boleh minta tanda tangan di buku ini, biar tambah semangat” katanya

“Tanda tangan abi? … Ini pelajaran fisika, bukan buku kenangan” canda pak Ahmad.

Gapapa … abi kan jadi kenangan fisika semester ini” jawabnya sambil tertawa kecil menuju ke bangkunya. Pak Ahmad hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum. Pak Ahmad keluar kelas sambil berkata dalam hati: pertemuan ini tak akan aku temui di silabus manapun ….


Share:

Langkah Kecil di Lorong Kenangan

Langkah Kecil di Lorong Kenangan
(Coretan seorang guru untuk siswi yang akan terbang tinggi)

aku tak tahu
kenapa jemari ini ingin menulis
akupun tak pandai memilih kata
tak tahu kelebihan
tak hafal prestasi
kadang lupa pula akan nama
bahkan tak selalu hadir di tiap tawa
dan tangis yang kalian lewati

entah kenapa,
hati ini terasa sesak
jika tak menuangkannya.
ada yang tumbuh diam-diam
di setiap langkah kaki kalian yang berlari di lorong itu

tiga tahun berlalu
aku menyaksikan kalian,
bukan sebagai siswi
tapi sebagai anak-anak yang kutitipkan pada doa
tak selalu kupuji,
tak selalu kupahami,
tapi selalu kurindui ketika lorong itu terasa sepi.

aku menulis
bukan karena kalian hebat
meski memang iya.
bukan karena kalian sempurna
meski di mataku kadang seperti itu
aku menulis karena kalian pernah berjalan bersamaku,
di lorong-lorong kecil itu

yang akan hanya tinggal kenangan.

dan kelak
saat kalian terbang tinggi,
membawa mimpi mimpi
tapi belum sempat kalian ceritakan padaku,
biarlah catatan ini jadi jejak kecil,
yang kalian temukan jika suatu hari kalian ingin pulang,
meski hanya lewat rangkaian kata-kata ini.


the bigcity, may 2025


Share:

Waktu Sholat

https://tafsirweb.com/jadwal-sholat

Total Tayangan Halaman

Unggahan Baru