Pengalaman Yang
Tak Akan Terlupakan
Siang itu pak Ahmad sedang mengajar di kelas, tiba-tiba bergetar gawainya
tanda sebuah sms masuk. Diambilnya gawai dari meja, dilihatnya ternyata
pesan dari istrinya dan diletakkan kembali gawainya di atas meja tanpa melihat
isi pesannya, kemudian melanjutkan pembelajarannya lagi. Sepuluh menit sebelum
waktunya, pak Ahmad sudah mengakhiri pembelajaran di hari itu. Dipersilahkannya
anak-anak meninggalkan kelas untuk ishoma, sedangkan beliau masih berada
di kelas.
Dilihatnya pesan dalam gawai tersebut. “Assalamu’alaikum bi, umi kok terasa
mules-mules ya” isi pesan istrinya. Pak Ahmad baru ingat bila istrinya sudah
mengandung sembilan bulan dan perkiraan hpl adalah minggu ini. Dibalasnya
pesan tersebut.
“Wa’alaikumussalam, gimana mi ?” tulis pak Ahmad
“Umi kok mules-mules, tapi kadang mules kadang tidak” jawab istrinya
“Apa abi antar umi ke klinik sekarang?” tanya beliau
“Nanti saja, kalau mulesnya sudah sering, abi ngajar saja dulu” jawab
istrinya.
“Alhamdulillah abi sudah selesai ngajarnya, insya Allah sebentar lagi
pulang. Jangan lupa selalu zikir dan banyak istighfar, semoga Allah memberi
kelancaran dalam persalinan nanti” saran dan doa pak Ahmad kepada istrinya.
“Insya Allah, syukron wa jazakallahu khairan” jawab istrinya
Pak Ahmad segera meninggalkan kelas dan bergegas untuk pulang ke rumah. Tidak
sampai sepuluh menit beliau sudah sampai di rumah, karena jarak rumah dan
madrasah tidak jauh. Pak Ahmad beserta keluarga tinggal di asrama madrasah. Beliau
guru di sebuah madrasah swasta di Yogyakarta, di mana madrasah tersebut merupakan
sekolah berasrama (boarding school).
“Assalamu’alaikum” ucap beliau ketika memasuki rumah.
“Wa’alaikumussalam” jawab istrinya.
“Gimana mi, mau diantar sekarang?”tanya beliau
“Nanti saja, abi salat dulu saja” jawab istrinya
“Baik ... abi salat dulu dan setelah itu abi siapkan perlengkapan yang akan
dibawa” sahut pak Ahmad.
Tidak lama kemudian istri pak Ahmad minta untuk segera diantar ke klinik
bersalin, karena merasa mulesnya sudah agak sering. Setelah mempersiapkan
segala sesuatunya dan meminta anak yang besar untuk menjaga adik-adiknya,
beliau akan mengantar istrinya. Menggunakan sepeda motor pak Ahmad memboncengkan
istrinya pergi ke klinik bersalin. Di tengah perjalanan kadang istrinya
merasakan kontraksi yang kencang, sehingga meminta untuk memperlambat laju
motornya. Tidak henti-henti istrinya diingatkan untuk selalu berzikir, terutama
beristighfar sepanjang perjalanan. Alhamdulillah setelah menempuh perjalanan
selama kurang lebih tigapuluh menit mereka sampai di klinik yang dituju.
Setelah melakukan pendaftaran dan pemeriksaan oleh bidan, istri pak Ahmad ditempatkan di sebuah kamar dahulu, karena baru pembukaan empat. Beliau menemani istrinya dan teringat ketika waktu pendaftaran.
“Melahirkan anak yang ke berapa ibu?” tanya petugas pendaftaran waktu itu,
setelah menanyakan data istrinya.
“Kedelapan mbak” jawab istrinya.
“Benar, yang kedelapan?” tanya petugas dengan heran dan setengah tidak
percaya.
“Insya Allah benar mbak” jawabnya istrinya.
“Tidak ikut KB apa?” tanya petugas
“Insya Allah ikut keluarga besar mbak” celetuk pak Ahmad sambil tersenyum
“Maaf mbak hanya bercanda lho, mohon doanya untuk istri saya agar
diberi kelancaran” sambung pak Ahmad seakan untuk mengalihkan pembicaraan
tersebut.
“Ada riwayat kelainan ketika melahirkan ibu?” tanya petugas selanjutnya.
“Alhamdulillah tidak mbak, semuanya lancar dan normal” jawab istri pak
Ahmad.
“Syukurlah, semoga yang kedelapan ini lancar dan normal juga” imbuh petugas
“Aamiin” ucap istri pak Ahmad
Itulah percakapan mereka bertiga ketika di
pendaftaran. Beliau memaklumi keheranan petugas tentang istrinya akan melahirkan
anak yang kedelapan. Menjadi tidak lazim di masa sekarang punya jumlah anak
banyak, ada beberapa pertimbangan yang
mempangaruhi pandangan seperti itu. Gimana nanti biaya untuk menyekolahkan,
gimana merawatnya, repotlah, dan lain sebagainya akan muncul beberapa
pertanyaan tentang punya anak banyak. Pak Ahmad seakan mencoba memahinya
pendapat tersebut. Anak merupakan amanah dari Allah, kita harus yakin akan rezeki
yang diberikan oleh Allah. Komitmen suami istri juga merupakan kunci yang tidak
kalah penting dalam membangun rumah tangga, ingin punya anak banyak harus ada
komunikasi yang baik antar suami dan istri.
Menjelang waktu asar, pak Ahmad pamit istri untuk pulang sebentar mengurusi
anak-anak di rumah dulu. Melewati tempat pendaftaran pak Ahmad ditanya oleh
seorang ibu setengah baya, ternyata beliau seorang bidan.
“Bapak mau ke mana?” tanya ibu tersebut
“Pulang dulu ibu, ngurusin anak-anak yang di rumah” jawab pak Ahmad
“Bapak ini gimana, istri mau melahirkan malah ditinggal pulang!” sahut ibu
tersebut.
“Alhamdulillah sudah biasa, ibu” jawab pak Ahmad dengan santainya
“Tidak bisa, bapak harus tanggung jawab, harus dampingin istri!!” seru ibunya.
Mendengar hal tersebut pak Ahmad kaget dan heran, karena selama proses kelahiran
ketujuh anaknya tidak pernah sama sekali mendampingi isterinya. Baru kali ini
beliau disuruh harus mendampingi isterinya selama proses persalinan.
“Ya ibu, insya Allah saya akan mendampingi isteri” jawab pak Ahmad,
berprasangka baik saja, pasti ada hikmahnya, pikir pak Ahmad.
“Ya mbok begitu, jangan enaknya saja yang dimau” sahut ibunya seakan
tidak terima bila pak Ahmad pergi.
“Ya ibu ...” jawab pak Ahmad lagi.
Di ruang persalinan, ketika pak Ahmad masuk ternyata sudah ada istrinya
berbaring di ranjang persalinan dan ada tiga orang bidan sedang melalukan
persiapan proses persalinan. Istrinya agak kaget dengan kedatangannya di ruang
ini.
“Abi tidak jadi pulang?” tanya istrinya dengan heran
“Abi mau dampingi umi dulu” sahut pak Ahmad pelan
Setelah itu, ibu bidan yang berbincang dengan
pak Ahmad di pendaftaran masuk ruangan dan memberi isyarat agar proses
persalinan dimulai. Persalinan istri beliau kali ini ditanganin oleh empat
bidan. Kelahiran anak ketiga dan seterusnya harusnya ditangani oleh dokter
kebidanan. Ibu bidan ini memberi aba kepada istri pak Ahmad dalam pengaturan
napas selama proses persalinan. Beliau berada di dekat kepala istrinya sambil
memegang tangan istrinya dan sesekali mengusap keringat di kepalanya.
Alhamdulillah ngedenan yang ketiga keluarlah bayi yang mungil dan
setelah itu terdengan suara tangisnya. Tak terasa air mata jatuh membasahi pipa
beliau, kalimat tahmid dan takbir tak henti-hentinya keluar dari bibirnya
melihat peristiwa yang baru disaksikannya. Rasa bahagia dan haru atas kelahiran
anaknya yang kedelapan serta melihat perjuangan istrinya dalam proses
persalinan ini. Pantaslah kedudukan seorang ibu begitu mulia di sisi Allah,
seperti hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang artinya : Seseorang datang kepada
Rasulullah SAW dan berkata,”Hawai Rasulullah, kepada siapakah aku berbakti
pertama kali?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Ibumu!’. Kemudian orang tersebut
kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab. “Ibumu!’. Orang
tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu!’.
Orang tertebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Rasulullah menjawab,
‘Kemudian ayahmu’.
Setelah pasca persalinan selesai dan bayinya ditaruh bidan di samping
istri, pak Ahmad pamit pulang untuk mengursi anak-anak dulu sembari mengabarkan
kepada mereka tentang kelahiran adiknya. Merupakan kebahagian atas kelahiran
putrinya dan suatu pengalaman yang tidak pernah terlupakan dalam mendampingi
istrinya dalam proses persalinan tersebut. Semoga pak Ahmad dapat mengambil
hikmahnya dan keluarganya menjadi keluarga
yang bahagia dan harmonis.